Laman

Kamis, 23 September 2010

VANDALISME DI KALANGAN REMAJA

A.Pendahuluan
Puji serta syukur yang tak terukur saya panjatkan ke Hadirat Allah S.W.T. karena atas rahmat dan kehendaknya saya dapat menyelsaikan salah satu tugas mata kuliah Perkembangan Perkembangan Didik yaitu membuat artike yang bertema perusakan.
Membicarakan sosok remaja adalah obyek yang tidak pernah basi. Sosok mereka selalu dimulai dengan gejolak baik fisik ataupun mental. Jiwa mereka penuh petualangan. Mereka seolah memiliki dunia tersendiri. Pada umumnya jiwa remaja selalu menjadi climber, manusia yang selalu dipenuhi semangat untuk menjadi yang terdepan dalam banyak hal. Bahkan banyak dari remaja mencari tantangan-tantangan baru tanpa peduli bahaya dan risiko-risiko yang dihadapinya.
Jiwa muda yang penuh gejolak inilah yang kadang menyeret remaja pada hal-hal yang tak seharusnya, apalagi jika mereka tak memiliki filter dalam memilih pergaulan. Sebagian dari mereka kadang terjebak dalam “dunia lain” yang menawarkan kebebasan bertindak.
Remaja-remaja dalam sekejap berubah menjadi “preman-preman” yang sarat kekerasan dan kebrutalan sebagai aktualisasi diri dan pengakuan terhadap eksistensi mereka, baik itu secara pribadi atau berkelompok seperti yang banyak kita saksikan dan dengar akhir-akhir ini. Remaja terlibat genk motor yang brutal, ataupun remaja putri yang terlibat genk brutal dengan menganiaya remaja putri lain yang dianggap melebihi dan menyaingi mereka. Adakah yang salah dengan mereka? disinilah pentingnya peran guru, orang tua dan masyarakat dalam membimbing para remaja agar tidak terjerumus pada kerusakan.
Saya mengankat tema perusakan pada remaja karena pada saat ini di kalangan remaja melakukan perusakan terhadap suatu fasilitas umum merupakan suatu hal yang biasa bahkan mereka merasa hebat apabila melakukannya. Menurut saya hal tersebut sangat menarik. Kenapa remaja bias merasa henat bila melakukan perusakan. Maka dari itu saya berusaha mengulasa mengapa remaja bias melakukan perusakan dengan judul Vandalisme.. ekspresi jiwa muda. Semoga apa yang saya susun ini bias bermanfaat khususnya bagi saya dan umumnya bagi para pembaca.


B.Esensi thema

Perusakan meimliki beberapa kategori yaitu vandalisme, brutalisme, dan barbarisme. Yang akan coba saya angkat adalah vandalisme dan lebih dikerucutkan lagi pada kasus vandalisme yang dilakukan oleh remaja.
Menurut Harold Alberty (1957:86) masa remaja remaja adalah suatu periode dalam perkembangan yang dialami seseorang yang terbentang sejak berakhirnya masa kanak-kanak sampai datangnya awal masa dewasa. Menurut freud masa remaja adalah masa mencari hidup seksual yang mempunyai bentuk definitive karena perpaduan hidup seksual yang banyak bentuknya dan infantile (sifat kekanak-kanakan). Menurut Charlotte Buhler adalah masa kebutuhan isi mengisisi. sedangakan Spranger menafsirkan masa remaja adalah masa pertumbuhan dengan perubahan struktur kejiwaan yang fundamental ialah kesadaran akan aku, berangsur-angsur menjadi jelasnya tujuan hidup, pertumbuhan kea rah dan kedalam berbagai lapangan hidup. Menurut Hoffman masa remaja adalah masa pembentukan sikap-sikap terhadap segala sesuatu yang dialami individu. Kemudian para ahli sepakat bahwa batas usia renaja adalah antara 11 tahun samapai dengan 20 tahun. Jadi dapat disimpulkan bahwa masa remaja adalah masa pencarian jati diri.
Sedangkan Vandalisme adalah suatu sikap kebiasaan yang dialamatkan kepada bangsa Vandal, pada zaman Romawi Kuno, yang budayanya antara lain: perusakan yang kejam dan penistaan segalanya yang indah atau terpuji. Tindakan yang termasuk di dalam vandalisme lainnya adalah perusakan kriminal, pencacatan, grafiti, dan hal-hal lainnya yang mengganggu mata.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Balai Pustaka, 1989) Vandalisme adalah perbuatan merusak dan menghancurkan hasil karya seni dan barang berharga lainnya (keindahan alam dsb). Grafiti merupakan bentuk vandalisme yang paling umum ditemukan di berbagai tempat.
Jadi vandalisme yang dilakukan oleh remaja adalah perusakan atau pengurangan nilai guna suatu fasilitas umum yang dilakukan remaja dengan batas usia 11 tahun sampai dengan usia 20 tahun.

C.Karakteristik tema
Masa remaja sebagai masa yang amat kritis yang mungkin dapat menjadi the best of time the worst of time (masa terbaik dan masa terburuk). Kalau individu mampu mengatasi berbagai tuntunan yang dihadapinya secara integrative, ia akan menemukan identitasnya yang akan dibawanya menjelang masa dewasanya. Sebaliknya, kalau gagal ia akan berada pada krisis identitas (identity crisis) yang berkepanjangan.
Dalam bukunya, "Helping The Struggling Adolescent", Les Parrot III menguraikan konsep diri remaja yang terdiri dari empat aspek.
Aspek Pertama adalah diri subjektif. yaitu pandangan pribadi remaja tentang siapakah dirinya. Ada remaja yang menilai dirinya tampan,tapi ada pula yang menganggap dirinya tidak menarik. Ada remaja yang melihat dirinya supel, namun ada pula yang "kuper" (alias kurang pergaulan). Konsep diri subjektif bersumber dari penilaian orangtua, guru dan teman yang telah menjadi konsep diri si remaja.
Aspek kedua ialah diri objektif, yakni pandangan orang lain tentang diri si remaja. Pandangan orang lain bersifat mandiri dan beragam, dalam arti pandangan ini merupakan pandangan pribadi seseorang tentang si remaja dan pandangan tiap orang tidak harus sama dengan yang lainnya. Si remaja mungkin berpikir bahwa ia adalah seseorang yang ramah dan ringan tangan (diri subjektif), namun beberapa temannya menganggap bahwa ia adalah seseorang yang mau tahu urusan orang lain (diri objektif).
Aspek ketiga ialah diri sosial, yaitu pandangan si remaja akan dirinya berdasarkan pemikirannya tentang pandangan orang lain terhadap dirinya. Di sini si remaja melihat dirinya dengan menggunakan kacamata orang lain. Ia mereka-reka apa penilaian orang lain terhadap dirinya dan sudah tentu rekaan ini dapat tepat tapi dapat pula keliru. Ia mungkin menganggap bahwa orang lain melihatnya sebagai seseorang yang berani (diri sosial) namun dalam kenyataannya beberapa temannya memandangnya sebagai seseorang yang kurang ajar(diri objektif). Ia sendiri mungkin menilai dirinya bukan sebagai seseorang yang berani melainkan sekadar sebagai pembela keadilan(diri subjektif).
Aspek keempat adalah diri ideal, yakni sosok dirinya yang paling ia dambakan atau ia cita-citakan. Diri ideal adalah diri yang belum terjadi atau terbentuk sehingga si remaja terus berusaha mencapainya. Ia mungkin melihat dirinya sebagai seseorang yang tidak stabil (diri subjektif), oleh karena itu ia senantiasa berupaya menjadi seseorang yang sabar (diri ideal). Aspek yang paling berpotensi menimbulkan masalah bagi remaja dari keempat konsep diri ini, adalah diri sosial. Kita semua pasti pernah bertanya-tanya, apa penilaian orang lain terhadap diri kita. Pada diri remaja, pertanyaan semacam ini amatlah penting karena ia sangat bergantung pada penilaian orang lain, terutama teman-temannya. Pada remaja, konflik antara diri subjektif dan diri sosial mudah terjadi. Misalnya, pada awalnya si remaja berpikir bahwa ia adalah seorang yang alim (positif) karena orangtuanya kerap kali memujinya sebagai seorang anak yang alim. Ia sendiri menyadari bahwa ia jarang sekali melawan kehendak orangtuanya dan ia tidak pernah menerima teguran keras dari gurunya. Ia berkeyakinan bahwa menjadi anak yang alim adalah suatu hal yang baik.
Masalah mulai timbul tatkala ia memasuki usia remaja, di mana ia mulai menyadari bahwa anak yang nakal mendapatkan hormat dari teman-teman karena dianggap berani. Sebaliknya, anak yang alim justru terlupakan dan tidak menerima hormat dari teman-teman karena dianggap pengecut. Akibatnya, ia pun berpandangan bahwa teman-temannya justru menganggap kealiman dia sebagai tanda bahwa ia adalah seseorang yang penakut(negatif). Dengan kata lain, hal yang positif di rumah merupakan hal yang negatif di luar rumah. Di rumah ia dihargai, di luar rumah ia diremehkan. Sungguh bukan suatu pilihan yang mudah.
Sering kali remaja mengalami tekanan yang timbul dari konflik seperti ini. Tekanan ini semakin bertambah karena ia merasa tidakdapat menyampaikan persoalan yang dihadapinya, baik kepada sesame teman maupun kepada orangtua. Dalam kesendiriannya itu, ia dapat menjadi murung dan mengurung diri. Ia tidak tahu apa yang harus ia perbuat. Menjadi nakal berarti melanggar hati nurani dan keyakinannya tentang siapa dia sebenarnya serta membuat orangtuanya marah. Sebaliknya, tetap alim berarti terkucil dan hilang dari peredaran.

D.Factor yang mempengaruhi terjadinya vandalisme
Faktor-afktor yang mempengaruhi remaja untuk berbuat vandalisme diantaranya adalah:

1)Teman sebaya
a.Kalangan remaja biasanya lebih mudah meniru dan terpengaruh oleh teman sebayanya. Tingkah laku teman sebayanya biasanya akan mudah diserap dan ditiru oleh remaja, apalagi remaja yang memiliki masalah keluarga. Vandalisme biasanya dilakukan oleh sekelompok remaja yang tidak memiliki tujuan dan mereka merasa bosan dan akhirnya rasa bosan tersebut mereka lampiaskan dengan merusak arau menghancurkan fasilitas-fasilitas umum dan benda-benda di sekitarnya.
b.kebanyakan remaja mengalami masa masa dimana mereka mencari jati diri dari mereka yang berubah panampilan, gaya hidup, dan pola fikir, disinilah remaja mulai di hadapkan pada masalah-masalah kehidupan yang kadang rumit dan menyimpang juga menyesatkan, dari perubahan perubahan inilah yang menimbulkan tumbuhnya komunitas komunitas baru, dari komunitas musik, biker's, pic(pokok iso cangkruk), dll. dan itu semua membuat mereka seakan menemukan rekan atau kelompok yang sefaham atau sejalan, idealisme seseorang yang mendorong mereka bergabung di satu komunitas tertentu itu kadang tidak di barengi dengan fikiran jernih dan pemikiran pemikiran yang logis, yang ada hanya "wah ini baru hidup ku " tapi pada dasarnya banyak komunitas-komunitas remaja yang tidak punya arah tujuan, yang penting bisa ngumpul bareng, dari situ maka akan terlahir ide ide yang mana komunitas itu bisa di kenal di masyarakat atau biasa kita kenal dengan krisis popularitas wah,! rupanya, ini lah yang membuat beberapa komunitas menunjukan jati diri mereka dengan melakukan hal-hal positif atau pula negatif . beruntung bagi remaja yang menentukan komunitasnya dengan pemikiran jernih atau bertujuan, mereka bisa mengekspresikan diri mereka di halayak umum dengan berkreasi, disisi lain kehidupan komunitas yang tidak memiliki tujuan, mereka berbuat apapun yang penting bisa di kenal atau di anggap wah,,gagah,,,jago ,,dan sebaginya dengan melakukan tindakan tidakan agak nyeleneh atau bahkan menyimpang dari tatanan kehidupan yang ada di lingkungan kita semisal, mereka bertato, tidik, membuat kerusuhan dalam event event music,brutal, premanisme, peruskan atau vandalise dan lain lain, yang mana semua itu sebenarnya membuat bumerang bagi mereka, mereka menjadi remaja yang bermasalah dalam masyarakat, sekolah bahkan hilangnya kepercayaan dari orang tua mereka atau biasa kita kenal dengan krisis kepercayaan. jadi semua yang terjadi adalah dari hati mereka hanya ingin mengekspresikan diri mereka, baik positif ataupun negatif itulah seni wujud expresi jiwa melalui media apapun, salah satunya adalah dengan melakukan vandalism yang mereka anggap sebagai seni yang menunjukan jati diri mereka.
2)Keluarga
a.Remaja yang melakukan vandalisme biasanya berasal dari keluarga yang melaakukan kebiasaan yang negatif dan keluarga yang memiliki permasalahan yang membuat si remaja menjadi stres dan mencari sensasi lain yang menurutnya menyenangkan dan dapat menghilangkan rasa penatnya yang disbabkan oleh keluarganya.
b.Kondisi rumah tangga orangtua bisa berubah drastis suksesnya atau sebaliknya. Dilihat dari pengaruh, baik kesuksesan atau sebaliknya, sama-sama bisa menjadi pemicu keburukan bagi sebagian remaja, misalnya mendadak menjadi bos foya-foya atau berubah pergaulannya dan penampilannya atau mendadak menjadi frustasi, protes keadaan, protes Tuhan, dll, setelah melihat kondisi orangtuanya.

3)Media masa
a.Meida masa merupakan salah satu fakor yang sangat sulit dihindarkan. Seperti adegan film-fim produksi barat yang mengarah pada vandalisme bisa mempengaruhi remaja untuk bertindak vandalisme. Ditambah lagi kurangnya bimbingan dari orang tua.

4) Lingkungan masyarakat
a.Masyrakat terkadang menganggap bahwa para remaja merupakan ancaman bahkan mengaggap mereka sebagai sampah masyarakat yang kurang berguna. Hal tersebut dapat mendorong para remaja untuk melakukan perusakan atau vandalisme terhadapap fasilitas umum.

E.Permasalahan yang muncul
SUBANG - Jajaran Polsek Pabuaran berhasil menangkap tiga remaja yang diduga pelaku pengrusakan tujuh rumah warga di Kampung Salam, Desa Salamjaya, pada malam takbiran Idul Adha, Kamis malam (26/11) lalu. Dalam peristiwa itu sedikitnya tujuh rumah warga mengalami rusak. Ketiga remaja itu adalah Yusuf Pakhroji (17), Suryana (19), dan Agustian (18). Ketiganya diamankan petugas saat berada di rumanhya di Kampung Cinangka, Desa Salamjaya, Kecamatan Pabuaran. Menurut Ketua Rukun Tetangga (RT) Kampung Cinangka, Mirin (52), motif aksi pengrusakan tujuh rumah warga tersebut hanya aksi iseng. Hal ini menurut sepengetahuan dia sebelum peristiwa itu, tidak ada persitiwa menonjol di lingkungannya.
Akibat hal itu, sebanyak tujuh rumah milik warga Kamp. Salam mengalami pecah kaca dan genting yang menimbulkan kerugian materil sekira Rp1 juta. Jenis kerusakannya bagian kaca dan gentingnya rusak.
"Saya kira pengrusakan itu hanya ulah iseng para remaja saja. Karena sebelumnya, tidak ada persoalan apapun di kampung saya, ujar Mirin, saat menjalani pemeriksaan sebagai saksi di Mapolres Subang," kemarin.
Dari kejadian di atas dapat kita simak bahwa remaja melakukan susatu yang menurut masyarakat sangat tidak wajar akan tetapi menurut mereka itu biasa saja, karena menrutu mereka bahwa melakukan perusakan atau vandalism terhadap fasilitas umum atau barang milik orang lain merupakan ajang untuk mengekspresikan dirinya. Bahwa mereka adalah sekelompok orang yang memiliki keberanian dan kegagahan.
Dalam kasus lain para remaja mengekspresikan kekreatifannya untuk menunjukan keberadaan dirinya adalah dengan cara mencorat-coret fasilitas umum seperti pada dinding, jembatan, jalanan dan lain sebagainya seperti pada gambar di atas.
Fenomena corat-coret tembok semakin marak akhir-akhir ini, disetiap sudut kota dimana kita melemparkan pandangan, pastilah kita akan menjumpainya. Variasinya pun semakin beragam, dari sekedar coretan inisial nama kelompok di tembok, hingga mulai gambar-gambar unik yang artisitik. Mengenai pelakunya, tak diragukan lagi, sebagian besar aksi corat-coter ini dilakukan oleh remaja. Hal ini dapat kita ketahui langsung dari jejak yang ditinggalkan dalam coretan tersebut, biasanya dibelakang inisial kelompok, terdapat angka yang menunjukkan identitas angkatan sang pelaku coret-coret, sebagian besar coretan yang penulis jumpai bertuliskan angka antara 08-010 angka yang mencerminkan angkatan masuk atau kelulusan di suatu sekolah.
Fenomena ini sangat penting dikaji lebih mendalam untuk menemukan penanganan yang paling tepat mengingat semakin lama dampak merugikan yang ditimbulkannya semakin meluas. Untuk menghentikan suatu perilaku dapat kita mulai dengan mengetahui penyebab kemunculan perilaku tersebut, agar intervensi kita untuk mengubah perilaku tersebut lebih tepat dan dengan harapan hasilnya relatif permanen.
Jika kita memahami tahapan perkembangan yang sedang dilalui remaja, kita akan sedikit mengerti, mengapa perilaku vandalisme semacam ini muncul. Perilaku coret-coret di kalangan remaja menunjukkan betapa remaja, anak-anak yang baru saja merasa dewasa ini, memiliki kebutuhan akan eksistensi. Mereka ingin keberadaan mereka diakui. Bisa dimaklumi, masa-masa yang sedang mereka lewati ini merupakan masa krisis status, masa dimana remaja belum bisa memasuki pranata sosial usia dewasa dengan aktif bermasyarakat namun juga sudah dirasa tidak pantas lagi untuk berpolah dan bergaul bersama anak-anak. Identitas mereka kabur, mengambang. Karena itulah para anak yang baru gede ini sangat ingin diakui, dihargai keberadaannya. Mencoretkan nama dan nama kelompok mereka di tembok-tembok kota mereka rasa mampu menjadi sarananya.
Sering juga kita jumpai, coretan-coretan di tembok ini, tak sekedar berisi inisial kelompok, tapi kadang berisi curahan perasaan. “XYZ- sedang sedih….by : budi ” JXX jatuh cinta lagi” “VWX Lulus Smua by : kabeh” tulisan tulisan semacam ini sering dijumpai. Menarik. Karena ternyata hal-hal yang kita sangka masuk dalam wilayah privat, ternyata di publish ke publik dan tentu saja dengan tujuan agar orang lain mengetahuinya.
Remaja oh remaja. Pada usia ini, kita pun mungkin pernah atau sedang mengalaminya, remaja mengalami apa yang disebut sebagai “personal fable”. Mereka merasa sedang menjadi aktor utama dalam sebuah film yang berjudul KEHIDUPANKU. Remaja merasa setiap orang memperhatikan gerak-geriknya, setiap mata tertuju padanya. Tak heran, waktu SMP dulu, potongan rambut kita sedikit salah saja kita merasa dunia menjadi sempit dan merasa lebih baik tidak sekolah, padahal sebenarnya. siapa juga yang peduli dengan urusan rambut kita….. Mereka, merasa, jika sedang sedih karena patah hati, semua orang harus merasakan atau minimal mengetahuinya, “Nih Lho..aku sedang sediih…!” Jika sedang senang mereka pun merasa demikian. Semua orang harus tahu segala sesuatu tentang diriku. Masing- mereka adalah tokoh utama, dan warga bumi yang lain adalah penontonnya.
Ya, begitulah remaja, karena itu, jangan tertawa.. Yang harus kita pikirkan sekarang adalah, bagaimana menyiasati keadaan psikologis remaja yang seperti ini agar tidak mengarah pada perilaku destruktif vandalis seperti yang sering kita jumpai.
Karena akar permasalahnnya adalah soal eksistensi, status, dan identitas, maka solusi yang harus kita berikanpun harus mengarah kepada poin-poin pokok itu. Remaja butuh diakui keberadaaanya, butuh diperhatikan perasaan dan tingkah lakunya, karena itu, kita fasilitasi, kita penuhi apa yang menjadi kebutuhannya. Jika sarana-sarana unjuk diri yang positif yang sudah diupayakan disediakan , seperti lomba, kontes, parade band dsb, tidak jua membawa hasil, bisa jadi karena ajang2 semacam itu, hanya akan menyentuh kalangan remaja yang memang high achiever, mereka yang memang kebutuhan akan prestasinya tinggi. Kegiatan-kegiatan ini tidak bisa mengalihkan remaja gangster -yang umumnya rebel dan low achiever-untuk terus menunjukkan dirinya dengan coret-coret.
Mereka menganggap bahwa yang mereka lakukan bukan sebagai perusakan fasilitas umum atau sebuah vandalisme. Mereka hanya menganggap bahwa itu adalah sebuah maha karya yang dapat mngekspresikan jiwa mudanya dan keberaniannya yang sedang bergejolak-jolak. berikut foto dari vandalisme yang dilakukan oleh remaja

(perbuatan remaja di sebuah kota di swedia)

F.Optimalisasi bimbingan/solusi
Pada dasarnya akar permasalahan remaja melakukan vandalisme adalah sebagai ajang eksistensi dan menunjukan status diri atau meluaplan segala yang sedang mereka rasakan. Maka solusi yang harus kita berikan harus mengarah kepada poin-poin pokok itu. Remaja butuh diakui keberadaaanya, butuh diperhatikan perasaan dan tingkah lakunya, karena itu kita fasilitasi, kita penuhi apa yang menjadi kebutuhannya.
Untuk mencegah terjadinya vandalisme atau kenakalan remaja, diperlukan juga peran orangtua, guru, pemerintah dan masyarakat dan juga media masa. Untuk lebih jelasnya berikut peran masing-masing yang bisa dilakukan adalah
Peran Orangtua :
• Menanamkan pola asuh yang baik pada anak sejak prenatal dan balita
• Membekali anak dengan dasar moral dan agama
• Mengerti komunikasi yang baik dan efektif antara orangtua – anak
• Menjalin kerjasama yang baik dengan guru
• Menjadi tokoh panutan bagi anak dalam perilaku
• Menerapkan disiplin yang konsisten pada anak
Peran Guru :
• Bersahabat dengan siswa
• Menciptakan kondisi sekolah yang nyaman
• Memberikan keleluasaan siswa untuk mengekspresikan diri pada kegiatan ekstrakurikuler
• Menyediakan sarana dan prasarana bermain dan olahraga
• Meningkatkan peran dan pemberdayaan guru BP
• Meningkatkan disiplin sekolah dan sangsi yang tegas
• Meningkatkan kerjasama dengan orangtua, sesama guru dan sekolah lain
• Meningkatkan keamanan terpadu sekolah bekerjasama dengan Polsek setempat
• Mewaspadai adanya provokator
• Mengadakan kompetisi sehat, seni budaya dan olahraga antar sekolah
• Menciptakan kondisi sekolah yang memungkinkan anak berkembang secara sehat dalam hal fisik, mental, spiritual dan social.

Peran Pemerintah dan masyarakat :
• Menghidupkan kembali kurikulum budi pekerti
• Menyediakan sarana/prasarana yang dapat menampung agresifitas anak melalui olahraga dan bermain
• Menegakkan hukum, sangsi dan disiplin yang tegas
• Memberikan keteladanan.

Peran Media :
• Sajikan tayangan atau berita tanpa kekerasan (jam tayang sesaui usia)
• Sampaikan berita dengan kalimat benar dan tepat (tidak provokatif)
• Adanya rubrik khusus dalam media masa (cetak, elektronik) yang bebas biaya khusus untuk remaja

G. Penutup
Pada dasarnya masa remaja merupakan masa diamana seorang manusia masi mencari jati dirinya. Pada maas pencarian ini sering menimbulkan kebingungan. Kebingungan inilah yang menyebabkan para remaja melakukan tindakan yang menyeleweng seperti perusakan, pemerkosaan dan sebagainya.
Namun hal tersebut dapat di cegah dengan melakukan pengawalan pada remaja dan memberikan fasilitas-fasilitas yang dapat membuat remaja memiliki perasaan bahwa mereka dianggap ada atau diakui keberadaannya.










Referensi
http://rumahbelajarpsikologi.com/index.php/remaja.html
http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jkpkbppk-gdl-grey-2000-siti-105-kenakalan
http://majalah-nikah.com/index.php?option=com_content&view=article&id=79:sakinah-1
http://www.tumbuh-kembang-anak.blogspot.com/2008/05/perkembangan-kognitif-remaja.html
http://luqmantifaperwira.wordpress.com/2009/09/22/tembok-vandalisme-remaja-dan-facebook/
http://priasmara.multiply.com/journal/item/43

Tidak ada komentar:

Posting Komentar