Gametofit
Gametofit yaitu generasi tumbuhan yang menghasilkan gamet (fase seksual). Generasi gametofit ditandai dengan adanya protalium. Protalium adalah semacam tumbuhan baru yang berbentuk seperti jantung, berwarna hijau, dan melekat pada substrat dengan rizoidnya. Protalium tersebut biasanya berukuran kecil atau beberapa sentimeter dan tidak berumur panjang (hanya beberapa minggu saja). Artinya, generasi gametofit tidak berlangsung lama seperti halnya pada tumbuhan lumut. Pada lumut fase gametofit berlangsung lama Fase dominan dari lumut adalah fase gametofit, (atau yang biasa kelihatan sebagai daunnya) dimana berlangsungnya pembentukan gamet (sel - sel kelamin) yaitu anteridum (jantan) dan arkegonium (betina). Jika kedua sel kelamin ini bertemu kemudian akan terjadi zigot yang akan tumbuh menjadi embrio. Embrio ini akan berkembang menjadi sporogonium yang kemudian akan menghasilkan spora. Jika spora jatuh di tempat yang cocok, maka spora akan tumbuh menjadi protonema. Dari protonema inilah akan tumbuh tumbuhan lumut.
Sporofit
Generasi sporofit merupakan tumbuhan penghasil Spora, yakni berupa tumbuhan paku itu. sendiri. Spora dihasilkan oleh struktur daun khusus yang disebut sporofil. Spora tersebut menyebar diterbangkan angin. Spora yang jatuh di tempat sesuai akan tumbuh menjadi tumbuhan baru yakni berupa protalium.
Mengingat generasi sporofit merupakan tumbuhan paku ini sendiri yang dapat tumbuh, bertunas, dan berkembang biak maka sudah jelas bagi kita bahwa generasi sporofit lebih dominan daripada generasi gametofit.
Makrospora
Spora haploid yang lebih besar yang di hasilkan tumbuhan berpembuluh, biasanya dianggap sebagai spora betina.
Mikrospora
Spora haploid yang berukuran lebih kecil yang biasanya dianggap jantan serta dibentuk melalui proses miosis pada jenis-jenis tumbuhan yang bersifat heterospora, pada tumbuhan biji biasanya serbuk sari. Satu dari empat sel yang dihasilkan mikrosporofit secara mitosis. Suatu spora yang mempunyai sifat yang dapat menimbulkan gametofit yang hanya menghasilkan gamet-gamet jantan.
Embrio
Embrio (bahasa Yunani: έμβρυον) adalah sebuah eukariota diploid multisel dalam tahap paling awal dari perkembangan. Dalam organisme yang berkembang biak secara seksual, ketika satu sel sperma membuahi ovum, hasilnya adalah satu sel yang disebut zigot yang memiliki seluruh DNA dari kedua orang tuanya. Dalam tumbuhan, hewan, dan beberapa protista, zigot akan mulai membelah oleh mitosis untuk menghasilkan organisme multiselular. Hasil dari proses ini disebut embrio.
Pada hewan, perkembangan zigot menjadi embrio terjadi melalui tahapan yang dikenal sebagai blastula, gastrula, dan organogenesis.
Pada tumbuhan, istilah embrio hanya dipakai untuk tumbuhan kecil yang terbentuk dalam biji yang berada dalam keadaan dormansi, menunggu kondisi lingkungan yang tepat untuk berkecambah.
Endosperm
Endosperma, dalam botani, adalah bagian dari biji tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang merupakan hasil dari pembuahan berganda selain embrio. Endosperma dapat dikatakan sebagai "saudara kembar" embrio karena selalu terbentuk bersama namun, berbeda dengan embrio yang diploid, endosperma adalah triploid.
Endosperma dapat dilihat dengan jelas pada biji-bijian tertentu, seperti padi, jagung, apokat, serta jarak. Fungsinya yang paling utama adalah sebagai penyedia cadangan energi bagi embrio dalam proses perkecambahan. Karena itu, protein penyusunnya adalah albumin, protein yang larut dalam air. Karena fungsinya ini, pada endosperma seringkali terkandung karbohidrat dan lemak. Walaupun demikian, endosperma tidak selalu ditemukan pada biji-biji yang masak. Pada suku kacang-kacangan (Fabaceae) serta sawi-sawian (Brassicaceae) misalnya endosperma tidak ditemukan karena menyusut (rudimenter) dalam perkembangan biji.
Apomiksis
Apomiksis adalah suatu bentuk reproduksi non-seksual pada tumbuhan melalui biji. Pada apomiksis, kecambah(-kecambah) muncul dari biji tetapi bukan berasal dari embrio (lembaga), melainkan dari jaringan maternal (asal tetua betina). Akibatnya, secara genetik tumbuhan-tumbuhan baru yang muncul adalah identik dengan tetua betinanya (klon). Walaupun demikian, sekarang ditemukan kasus "apomiksis jantan" yang terjadi pada sejenis sipres (Cupressus dupreziana). Kasus apomiksis banyak terjadi pada tumbuhan tropika. Beberapa varietas manggis dan kerabatnya (marga Garcinia) dapat memperbanyak hanya melalui apomiksis. Contoh tumbuhan lain yang diketahui memiliki perilaku ini adalah berbagai jenis jeruk dan duku.
Ovarium, Kantung Embrio dan Ovulum
Gametofit betina adalah struktur mengandung telur yang di sebut Kantung Embrio. Kantung embrio berkembang didalam struktur yang bernama ovulum (bakal biji). Yang terbungkus oleh ovairum (bagian pangkal putik).
Ovarium pada tumbuhan, juga disebut bakal buah, adalah bagian dari organ kelamin betina yang dimiliki bunga yang membungkus dan melindungi bakal(-bakal) biji.
Pada Angiospermae di dalam ovarium terdapat 1, 2 atau lebih ovulum. Tiap ovulum terdiri dari nuselus, integumen, kalaza, dan funikulus. Nuselus dilindungi oleh satu atau dua integumen. Pada waktu biji dewasa, integumen menyusun kulit biji. Pada awal perkembangannya pada plasenta terdapat inisial yang disebut jaringan arkesporium. Sel ini akan membelah ke arah luar menghasilkan sel parietal, yang nantinya menjadi integumen dan ke arah dalam menghasilkan sel sporogen yang akan membentuk sel induk megaspora. Sel induk megaspora melalui pembelahan meiosis menghasilkan tetrad linier megaspora, di bagian atas mengalami degenerasi dan hanya satu inti megaspora yang berfungsi. Pada tipe normal, inti sel megaspora yang berfungsi di dalam kantong embrio membelah secara mitosis tiga kali berturut-turut menghasilkan delapan inti, yang akan terdiferensiasi menjadi sel sentral yang besar dengan dua inti kutub, di bagian mikropil dua sel sinergid dan satu sel telur serta di bagian kalaza tiga sel antipoda. Berdasarkan jumlah inti megaspora yang berfungsi, gametofit betina dapat bertipe monosporik, bisporik atau tetrasporik.
Sel induk mikrospora
Sel induk mikrospora adalah sel khusus yang menjadi asal dari mikrospora, sel induk mikrospora adalah sel diploid yang membelah mebentuk 4 mikrospora yang haploid. Pembentukan mikrospora terjadi di anteridium.
Sel induk makrospora
Sel diploid yang dengan proses miosis menghasilkan megaspora biasanya hanya satu yang terus berkembang dan sisanya berguguran
Mikrosporangium dan mikrosporogenesis
Mikrosporangium merupakan tempat berlangsungnya proses perkembangan gametofit jantan. Pada tumbuhan Angiospermae umumnya mempunyai empat mikrosporangia (tetrasporangiat). Pada waktu kepala sari masih muda tersusun oleh jaringan parenkimatis yang homogen. Pada keempat sisi akan terbetuk jaringan arkesporium, yang mempunyai bentuk dan ukuran yang berbeda dengan sel-sel di sekitarnya. Jaringan arkesporium membelah menghasilkan sel sporogen di bagian dalam, yang nantinya akan menjadi sel induk mikrospora. Di bagian luar menghasilkan sel parietal yang nantinya membentuk 2-5 lapisan, merupakan dinding kepala sari. Dinding kepala sari dari arah luar ke dalam tersusun atas epidermis, endotesium, lapisan tengah, dan tapetum. Mikrospora (serbuk sari) yang merupakan hasil pembelahan meiosis dari sel induk mikrospora, akan mengalami perkembangan lebih lanjut. Inti mikrospora, menghasilkan dua inti yang berbeda ukuran, yaitu inti vegetatif dan inti generatif. Inti generatif akan membelah lagi dan menghasilkan dua sel sperma. Pembelahan inti generatif dapat terjadi di dalam serbuk sari atau di dalam buluh serbuk sari.
Megasporangium dan Megasporogenesis
Pada Kegiatan Belajar 2 ini, Anda telah mempelajari proses perkembangan gametofit betina yang terjadi di dalam ovulum (bakal biji). Pada Angiospermae di dalam ovarium terdapat 1, 2 atau lebih ovulum. Tiap ovulum terdiri dari nuselus, integumen, kalaza, dan funikulus. Nuselus dilindungi oleh satu atau dua integumen. Pada waktu biji dewasa, integumen menyusun kulit biji. Pada awal perkembangannya pada plasenta terdapat inisial yang disebut jaringan arkesporium. Sel ini akan membelah ke arah luar menghasilkan sel parietal, yang nantinya menjadi integumen dan ke arah dalam menghasilkan sel sporogen yang akan membentuk sel induk megaspora. Sel induk megaspora melalui pembelahan meiosis menghasilkan tetrad linier megaspora, di bagian atas mengalami degenerasi dan hanya satu inti megaspora yang berfungsi. Pada tipe normal, inti sel megaspora yang berfungsi di dalam kantong embrio membelah secara mitosis tiga kali berturut-turut menghasilkan delapan inti, yang akan terdiferensiasi menjadi sel sentral yang besar dengan dua inti kutub, di bagian mikropil dua sel sinergid dan satu sel telur serta di bagian kalaza tiga sel antipoda. Berdasarkan jumlah inti megaspora yang berfungsi, gametofit betina dapat bertipe monosporik, bisporik atau tetrasporik.
Integumen,.Sayatan bakal biji suatu sporofit memperlihatkan nusellus, megasporangium berdaging, yang dikelilingi oleh suatu lapisan jaringan pelindung yang disebut integumen.
Nusselus
Nuselus adalah jaringan yang menyelubungi kandung lembaga, Nuselus merupakan dinding megasporongium. Setiap ovulum hanya mempunyai satu lpisan nuselus. Yang mempunyai dua lapisan nuselus antara lain adalah Aegle marmelos dan Hydrocleis nymphoides. Pada awal terbentuknya calon ovulum, nuselus terbentuk lebih dulu, terdiri atas sel-sel yang homogen, diselubungi oleh epidermis. Di bawah lapisan epidermis nuselus terdapat sekelompok sel-sel arkesporium.
Kamis, 23 September 2010
VANDALISME DI KALANGAN REMAJA
A.Pendahuluan
Puji serta syukur yang tak terukur saya panjatkan ke Hadirat Allah S.W.T. karena atas rahmat dan kehendaknya saya dapat menyelsaikan salah satu tugas mata kuliah Perkembangan Perkembangan Didik yaitu membuat artike yang bertema perusakan.
Membicarakan sosok remaja adalah obyek yang tidak pernah basi. Sosok mereka selalu dimulai dengan gejolak baik fisik ataupun mental. Jiwa mereka penuh petualangan. Mereka seolah memiliki dunia tersendiri. Pada umumnya jiwa remaja selalu menjadi climber, manusia yang selalu dipenuhi semangat untuk menjadi yang terdepan dalam banyak hal. Bahkan banyak dari remaja mencari tantangan-tantangan baru tanpa peduli bahaya dan risiko-risiko yang dihadapinya.
Jiwa muda yang penuh gejolak inilah yang kadang menyeret remaja pada hal-hal yang tak seharusnya, apalagi jika mereka tak memiliki filter dalam memilih pergaulan. Sebagian dari mereka kadang terjebak dalam “dunia lain” yang menawarkan kebebasan bertindak.
Remaja-remaja dalam sekejap berubah menjadi “preman-preman” yang sarat kekerasan dan kebrutalan sebagai aktualisasi diri dan pengakuan terhadap eksistensi mereka, baik itu secara pribadi atau berkelompok seperti yang banyak kita saksikan dan dengar akhir-akhir ini. Remaja terlibat genk motor yang brutal, ataupun remaja putri yang terlibat genk brutal dengan menganiaya remaja putri lain yang dianggap melebihi dan menyaingi mereka. Adakah yang salah dengan mereka? disinilah pentingnya peran guru, orang tua dan masyarakat dalam membimbing para remaja agar tidak terjerumus pada kerusakan.
Saya mengankat tema perusakan pada remaja karena pada saat ini di kalangan remaja melakukan perusakan terhadap suatu fasilitas umum merupakan suatu hal yang biasa bahkan mereka merasa hebat apabila melakukannya. Menurut saya hal tersebut sangat menarik. Kenapa remaja bias merasa henat bila melakukan perusakan. Maka dari itu saya berusaha mengulasa mengapa remaja bias melakukan perusakan dengan judul Vandalisme.. ekspresi jiwa muda. Semoga apa yang saya susun ini bias bermanfaat khususnya bagi saya dan umumnya bagi para pembaca.
B.Esensi thema
Perusakan meimliki beberapa kategori yaitu vandalisme, brutalisme, dan barbarisme. Yang akan coba saya angkat adalah vandalisme dan lebih dikerucutkan lagi pada kasus vandalisme yang dilakukan oleh remaja.
Menurut Harold Alberty (1957:86) masa remaja remaja adalah suatu periode dalam perkembangan yang dialami seseorang yang terbentang sejak berakhirnya masa kanak-kanak sampai datangnya awal masa dewasa. Menurut freud masa remaja adalah masa mencari hidup seksual yang mempunyai bentuk definitive karena perpaduan hidup seksual yang banyak bentuknya dan infantile (sifat kekanak-kanakan). Menurut Charlotte Buhler adalah masa kebutuhan isi mengisisi. sedangakan Spranger menafsirkan masa remaja adalah masa pertumbuhan dengan perubahan struktur kejiwaan yang fundamental ialah kesadaran akan aku, berangsur-angsur menjadi jelasnya tujuan hidup, pertumbuhan kea rah dan kedalam berbagai lapangan hidup. Menurut Hoffman masa remaja adalah masa pembentukan sikap-sikap terhadap segala sesuatu yang dialami individu. Kemudian para ahli sepakat bahwa batas usia renaja adalah antara 11 tahun samapai dengan 20 tahun. Jadi dapat disimpulkan bahwa masa remaja adalah masa pencarian jati diri.
Sedangkan Vandalisme adalah suatu sikap kebiasaan yang dialamatkan kepada bangsa Vandal, pada zaman Romawi Kuno, yang budayanya antara lain: perusakan yang kejam dan penistaan segalanya yang indah atau terpuji. Tindakan yang termasuk di dalam vandalisme lainnya adalah perusakan kriminal, pencacatan, grafiti, dan hal-hal lainnya yang mengganggu mata.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Balai Pustaka, 1989) Vandalisme adalah perbuatan merusak dan menghancurkan hasil karya seni dan barang berharga lainnya (keindahan alam dsb). Grafiti merupakan bentuk vandalisme yang paling umum ditemukan di berbagai tempat.
Jadi vandalisme yang dilakukan oleh remaja adalah perusakan atau pengurangan nilai guna suatu fasilitas umum yang dilakukan remaja dengan batas usia 11 tahun sampai dengan usia 20 tahun.
C.Karakteristik tema
Masa remaja sebagai masa yang amat kritis yang mungkin dapat menjadi the best of time the worst of time (masa terbaik dan masa terburuk). Kalau individu mampu mengatasi berbagai tuntunan yang dihadapinya secara integrative, ia akan menemukan identitasnya yang akan dibawanya menjelang masa dewasanya. Sebaliknya, kalau gagal ia akan berada pada krisis identitas (identity crisis) yang berkepanjangan.
Dalam bukunya, "Helping The Struggling Adolescent", Les Parrot III menguraikan konsep diri remaja yang terdiri dari empat aspek.
Aspek Pertama adalah diri subjektif. yaitu pandangan pribadi remaja tentang siapakah dirinya. Ada remaja yang menilai dirinya tampan,tapi ada pula yang menganggap dirinya tidak menarik. Ada remaja yang melihat dirinya supel, namun ada pula yang "kuper" (alias kurang pergaulan). Konsep diri subjektif bersumber dari penilaian orangtua, guru dan teman yang telah menjadi konsep diri si remaja.
Aspek kedua ialah diri objektif, yakni pandangan orang lain tentang diri si remaja. Pandangan orang lain bersifat mandiri dan beragam, dalam arti pandangan ini merupakan pandangan pribadi seseorang tentang si remaja dan pandangan tiap orang tidak harus sama dengan yang lainnya. Si remaja mungkin berpikir bahwa ia adalah seseorang yang ramah dan ringan tangan (diri subjektif), namun beberapa temannya menganggap bahwa ia adalah seseorang yang mau tahu urusan orang lain (diri objektif).
Aspek ketiga ialah diri sosial, yaitu pandangan si remaja akan dirinya berdasarkan pemikirannya tentang pandangan orang lain terhadap dirinya. Di sini si remaja melihat dirinya dengan menggunakan kacamata orang lain. Ia mereka-reka apa penilaian orang lain terhadap dirinya dan sudah tentu rekaan ini dapat tepat tapi dapat pula keliru. Ia mungkin menganggap bahwa orang lain melihatnya sebagai seseorang yang berani (diri sosial) namun dalam kenyataannya beberapa temannya memandangnya sebagai seseorang yang kurang ajar(diri objektif). Ia sendiri mungkin menilai dirinya bukan sebagai seseorang yang berani melainkan sekadar sebagai pembela keadilan(diri subjektif).
Aspek keempat adalah diri ideal, yakni sosok dirinya yang paling ia dambakan atau ia cita-citakan. Diri ideal adalah diri yang belum terjadi atau terbentuk sehingga si remaja terus berusaha mencapainya. Ia mungkin melihat dirinya sebagai seseorang yang tidak stabil (diri subjektif), oleh karena itu ia senantiasa berupaya menjadi seseorang yang sabar (diri ideal). Aspek yang paling berpotensi menimbulkan masalah bagi remaja dari keempat konsep diri ini, adalah diri sosial. Kita semua pasti pernah bertanya-tanya, apa penilaian orang lain terhadap diri kita. Pada diri remaja, pertanyaan semacam ini amatlah penting karena ia sangat bergantung pada penilaian orang lain, terutama teman-temannya. Pada remaja, konflik antara diri subjektif dan diri sosial mudah terjadi. Misalnya, pada awalnya si remaja berpikir bahwa ia adalah seorang yang alim (positif) karena orangtuanya kerap kali memujinya sebagai seorang anak yang alim. Ia sendiri menyadari bahwa ia jarang sekali melawan kehendak orangtuanya dan ia tidak pernah menerima teguran keras dari gurunya. Ia berkeyakinan bahwa menjadi anak yang alim adalah suatu hal yang baik.
Masalah mulai timbul tatkala ia memasuki usia remaja, di mana ia mulai menyadari bahwa anak yang nakal mendapatkan hormat dari teman-teman karena dianggap berani. Sebaliknya, anak yang alim justru terlupakan dan tidak menerima hormat dari teman-teman karena dianggap pengecut. Akibatnya, ia pun berpandangan bahwa teman-temannya justru menganggap kealiman dia sebagai tanda bahwa ia adalah seseorang yang penakut(negatif). Dengan kata lain, hal yang positif di rumah merupakan hal yang negatif di luar rumah. Di rumah ia dihargai, di luar rumah ia diremehkan. Sungguh bukan suatu pilihan yang mudah.
Sering kali remaja mengalami tekanan yang timbul dari konflik seperti ini. Tekanan ini semakin bertambah karena ia merasa tidakdapat menyampaikan persoalan yang dihadapinya, baik kepada sesame teman maupun kepada orangtua. Dalam kesendiriannya itu, ia dapat menjadi murung dan mengurung diri. Ia tidak tahu apa yang harus ia perbuat. Menjadi nakal berarti melanggar hati nurani dan keyakinannya tentang siapa dia sebenarnya serta membuat orangtuanya marah. Sebaliknya, tetap alim berarti terkucil dan hilang dari peredaran.
D.Factor yang mempengaruhi terjadinya vandalisme
Faktor-afktor yang mempengaruhi remaja untuk berbuat vandalisme diantaranya adalah:
1)Teman sebaya
a.Kalangan remaja biasanya lebih mudah meniru dan terpengaruh oleh teman sebayanya. Tingkah laku teman sebayanya biasanya akan mudah diserap dan ditiru oleh remaja, apalagi remaja yang memiliki masalah keluarga. Vandalisme biasanya dilakukan oleh sekelompok remaja yang tidak memiliki tujuan dan mereka merasa bosan dan akhirnya rasa bosan tersebut mereka lampiaskan dengan merusak arau menghancurkan fasilitas-fasilitas umum dan benda-benda di sekitarnya.
b.kebanyakan remaja mengalami masa masa dimana mereka mencari jati diri dari mereka yang berubah panampilan, gaya hidup, dan pola fikir, disinilah remaja mulai di hadapkan pada masalah-masalah kehidupan yang kadang rumit dan menyimpang juga menyesatkan, dari perubahan perubahan inilah yang menimbulkan tumbuhnya komunitas komunitas baru, dari komunitas musik, biker's, pic(pokok iso cangkruk), dll. dan itu semua membuat mereka seakan menemukan rekan atau kelompok yang sefaham atau sejalan, idealisme seseorang yang mendorong mereka bergabung di satu komunitas tertentu itu kadang tidak di barengi dengan fikiran jernih dan pemikiran pemikiran yang logis, yang ada hanya "wah ini baru hidup ku " tapi pada dasarnya banyak komunitas-komunitas remaja yang tidak punya arah tujuan, yang penting bisa ngumpul bareng, dari situ maka akan terlahir ide ide yang mana komunitas itu bisa di kenal di masyarakat atau biasa kita kenal dengan krisis popularitas wah,! rupanya, ini lah yang membuat beberapa komunitas menunjukan jati diri mereka dengan melakukan hal-hal positif atau pula negatif . beruntung bagi remaja yang menentukan komunitasnya dengan pemikiran jernih atau bertujuan, mereka bisa mengekspresikan diri mereka di halayak umum dengan berkreasi, disisi lain kehidupan komunitas yang tidak memiliki tujuan, mereka berbuat apapun yang penting bisa di kenal atau di anggap wah,,gagah,,,jago ,,dan sebaginya dengan melakukan tindakan tidakan agak nyeleneh atau bahkan menyimpang dari tatanan kehidupan yang ada di lingkungan kita semisal, mereka bertato, tidik, membuat kerusuhan dalam event event music,brutal, premanisme, peruskan atau vandalise dan lain lain, yang mana semua itu sebenarnya membuat bumerang bagi mereka, mereka menjadi remaja yang bermasalah dalam masyarakat, sekolah bahkan hilangnya kepercayaan dari orang tua mereka atau biasa kita kenal dengan krisis kepercayaan. jadi semua yang terjadi adalah dari hati mereka hanya ingin mengekspresikan diri mereka, baik positif ataupun negatif itulah seni wujud expresi jiwa melalui media apapun, salah satunya adalah dengan melakukan vandalism yang mereka anggap sebagai seni yang menunjukan jati diri mereka.
2)Keluarga
a.Remaja yang melakukan vandalisme biasanya berasal dari keluarga yang melaakukan kebiasaan yang negatif dan keluarga yang memiliki permasalahan yang membuat si remaja menjadi stres dan mencari sensasi lain yang menurutnya menyenangkan dan dapat menghilangkan rasa penatnya yang disbabkan oleh keluarganya.
b.Kondisi rumah tangga orangtua bisa berubah drastis suksesnya atau sebaliknya. Dilihat dari pengaruh, baik kesuksesan atau sebaliknya, sama-sama bisa menjadi pemicu keburukan bagi sebagian remaja, misalnya mendadak menjadi bos foya-foya atau berubah pergaulannya dan penampilannya atau mendadak menjadi frustasi, protes keadaan, protes Tuhan, dll, setelah melihat kondisi orangtuanya.
3)Media masa
a.Meida masa merupakan salah satu fakor yang sangat sulit dihindarkan. Seperti adegan film-fim produksi barat yang mengarah pada vandalisme bisa mempengaruhi remaja untuk bertindak vandalisme. Ditambah lagi kurangnya bimbingan dari orang tua.
4) Lingkungan masyarakat
a.Masyrakat terkadang menganggap bahwa para remaja merupakan ancaman bahkan mengaggap mereka sebagai sampah masyarakat yang kurang berguna. Hal tersebut dapat mendorong para remaja untuk melakukan perusakan atau vandalisme terhadapap fasilitas umum.
E.Permasalahan yang muncul
SUBANG - Jajaran Polsek Pabuaran berhasil menangkap tiga remaja yang diduga pelaku pengrusakan tujuh rumah warga di Kampung Salam, Desa Salamjaya, pada malam takbiran Idul Adha, Kamis malam (26/11) lalu. Dalam peristiwa itu sedikitnya tujuh rumah warga mengalami rusak. Ketiga remaja itu adalah Yusuf Pakhroji (17), Suryana (19), dan Agustian (18). Ketiganya diamankan petugas saat berada di rumanhya di Kampung Cinangka, Desa Salamjaya, Kecamatan Pabuaran. Menurut Ketua Rukun Tetangga (RT) Kampung Cinangka, Mirin (52), motif aksi pengrusakan tujuh rumah warga tersebut hanya aksi iseng. Hal ini menurut sepengetahuan dia sebelum peristiwa itu, tidak ada persitiwa menonjol di lingkungannya.
Akibat hal itu, sebanyak tujuh rumah milik warga Kamp. Salam mengalami pecah kaca dan genting yang menimbulkan kerugian materil sekira Rp1 juta. Jenis kerusakannya bagian kaca dan gentingnya rusak.
"Saya kira pengrusakan itu hanya ulah iseng para remaja saja. Karena sebelumnya, tidak ada persoalan apapun di kampung saya, ujar Mirin, saat menjalani pemeriksaan sebagai saksi di Mapolres Subang," kemarin.
Dari kejadian di atas dapat kita simak bahwa remaja melakukan susatu yang menurut masyarakat sangat tidak wajar akan tetapi menurut mereka itu biasa saja, karena menrutu mereka bahwa melakukan perusakan atau vandalism terhadap fasilitas umum atau barang milik orang lain merupakan ajang untuk mengekspresikan dirinya. Bahwa mereka adalah sekelompok orang yang memiliki keberanian dan kegagahan.
Dalam kasus lain para remaja mengekspresikan kekreatifannya untuk menunjukan keberadaan dirinya adalah dengan cara mencorat-coret fasilitas umum seperti pada dinding, jembatan, jalanan dan lain sebagainya seperti pada gambar di atas.
Fenomena corat-coret tembok semakin marak akhir-akhir ini, disetiap sudut kota dimana kita melemparkan pandangan, pastilah kita akan menjumpainya. Variasinya pun semakin beragam, dari sekedar coretan inisial nama kelompok di tembok, hingga mulai gambar-gambar unik yang artisitik. Mengenai pelakunya, tak diragukan lagi, sebagian besar aksi corat-coter ini dilakukan oleh remaja. Hal ini dapat kita ketahui langsung dari jejak yang ditinggalkan dalam coretan tersebut, biasanya dibelakang inisial kelompok, terdapat angka yang menunjukkan identitas angkatan sang pelaku coret-coret, sebagian besar coretan yang penulis jumpai bertuliskan angka antara 08-010 angka yang mencerminkan angkatan masuk atau kelulusan di suatu sekolah.
Fenomena ini sangat penting dikaji lebih mendalam untuk menemukan penanganan yang paling tepat mengingat semakin lama dampak merugikan yang ditimbulkannya semakin meluas. Untuk menghentikan suatu perilaku dapat kita mulai dengan mengetahui penyebab kemunculan perilaku tersebut, agar intervensi kita untuk mengubah perilaku tersebut lebih tepat dan dengan harapan hasilnya relatif permanen.
Jika kita memahami tahapan perkembangan yang sedang dilalui remaja, kita akan sedikit mengerti, mengapa perilaku vandalisme semacam ini muncul. Perilaku coret-coret di kalangan remaja menunjukkan betapa remaja, anak-anak yang baru saja merasa dewasa ini, memiliki kebutuhan akan eksistensi. Mereka ingin keberadaan mereka diakui. Bisa dimaklumi, masa-masa yang sedang mereka lewati ini merupakan masa krisis status, masa dimana remaja belum bisa memasuki pranata sosial usia dewasa dengan aktif bermasyarakat namun juga sudah dirasa tidak pantas lagi untuk berpolah dan bergaul bersama anak-anak. Identitas mereka kabur, mengambang. Karena itulah para anak yang baru gede ini sangat ingin diakui, dihargai keberadaannya. Mencoretkan nama dan nama kelompok mereka di tembok-tembok kota mereka rasa mampu menjadi sarananya.
Sering juga kita jumpai, coretan-coretan di tembok ini, tak sekedar berisi inisial kelompok, tapi kadang berisi curahan perasaan. “XYZ- sedang sedih….by : budi ” JXX jatuh cinta lagi” “VWX Lulus Smua by : kabeh” tulisan tulisan semacam ini sering dijumpai. Menarik. Karena ternyata hal-hal yang kita sangka masuk dalam wilayah privat, ternyata di publish ke publik dan tentu saja dengan tujuan agar orang lain mengetahuinya.
Remaja oh remaja. Pada usia ini, kita pun mungkin pernah atau sedang mengalaminya, remaja mengalami apa yang disebut sebagai “personal fable”. Mereka merasa sedang menjadi aktor utama dalam sebuah film yang berjudul KEHIDUPANKU. Remaja merasa setiap orang memperhatikan gerak-geriknya, setiap mata tertuju padanya. Tak heran, waktu SMP dulu, potongan rambut kita sedikit salah saja kita merasa dunia menjadi sempit dan merasa lebih baik tidak sekolah, padahal sebenarnya. siapa juga yang peduli dengan urusan rambut kita….. Mereka, merasa, jika sedang sedih karena patah hati, semua orang harus merasakan atau minimal mengetahuinya, “Nih Lho..aku sedang sediih…!” Jika sedang senang mereka pun merasa demikian. Semua orang harus tahu segala sesuatu tentang diriku. Masing- mereka adalah tokoh utama, dan warga bumi yang lain adalah penontonnya.
Ya, begitulah remaja, karena itu, jangan tertawa.. Yang harus kita pikirkan sekarang adalah, bagaimana menyiasati keadaan psikologis remaja yang seperti ini agar tidak mengarah pada perilaku destruktif vandalis seperti yang sering kita jumpai.
Karena akar permasalahnnya adalah soal eksistensi, status, dan identitas, maka solusi yang harus kita berikanpun harus mengarah kepada poin-poin pokok itu. Remaja butuh diakui keberadaaanya, butuh diperhatikan perasaan dan tingkah lakunya, karena itu, kita fasilitasi, kita penuhi apa yang menjadi kebutuhannya. Jika sarana-sarana unjuk diri yang positif yang sudah diupayakan disediakan , seperti lomba, kontes, parade band dsb, tidak jua membawa hasil, bisa jadi karena ajang2 semacam itu, hanya akan menyentuh kalangan remaja yang memang high achiever, mereka yang memang kebutuhan akan prestasinya tinggi. Kegiatan-kegiatan ini tidak bisa mengalihkan remaja gangster -yang umumnya rebel dan low achiever-untuk terus menunjukkan dirinya dengan coret-coret.
Mereka menganggap bahwa yang mereka lakukan bukan sebagai perusakan fasilitas umum atau sebuah vandalisme. Mereka hanya menganggap bahwa itu adalah sebuah maha karya yang dapat mngekspresikan jiwa mudanya dan keberaniannya yang sedang bergejolak-jolak. berikut foto dari vandalisme yang dilakukan oleh remaja
(perbuatan remaja di sebuah kota di swedia)
F.Optimalisasi bimbingan/solusi
Pada dasarnya akar permasalahan remaja melakukan vandalisme adalah sebagai ajang eksistensi dan menunjukan status diri atau meluaplan segala yang sedang mereka rasakan. Maka solusi yang harus kita berikan harus mengarah kepada poin-poin pokok itu. Remaja butuh diakui keberadaaanya, butuh diperhatikan perasaan dan tingkah lakunya, karena itu kita fasilitasi, kita penuhi apa yang menjadi kebutuhannya.
Untuk mencegah terjadinya vandalisme atau kenakalan remaja, diperlukan juga peran orangtua, guru, pemerintah dan masyarakat dan juga media masa. Untuk lebih jelasnya berikut peran masing-masing yang bisa dilakukan adalah
Peran Orangtua :
• Menanamkan pola asuh yang baik pada anak sejak prenatal dan balita
• Membekali anak dengan dasar moral dan agama
• Mengerti komunikasi yang baik dan efektif antara orangtua – anak
• Menjalin kerjasama yang baik dengan guru
• Menjadi tokoh panutan bagi anak dalam perilaku
• Menerapkan disiplin yang konsisten pada anak
Peran Guru :
• Bersahabat dengan siswa
• Menciptakan kondisi sekolah yang nyaman
• Memberikan keleluasaan siswa untuk mengekspresikan diri pada kegiatan ekstrakurikuler
• Menyediakan sarana dan prasarana bermain dan olahraga
• Meningkatkan peran dan pemberdayaan guru BP
• Meningkatkan disiplin sekolah dan sangsi yang tegas
• Meningkatkan kerjasama dengan orangtua, sesama guru dan sekolah lain
• Meningkatkan keamanan terpadu sekolah bekerjasama dengan Polsek setempat
• Mewaspadai adanya provokator
• Mengadakan kompetisi sehat, seni budaya dan olahraga antar sekolah
• Menciptakan kondisi sekolah yang memungkinkan anak berkembang secara sehat dalam hal fisik, mental, spiritual dan social.
Peran Pemerintah dan masyarakat :
• Menghidupkan kembali kurikulum budi pekerti
• Menyediakan sarana/prasarana yang dapat menampung agresifitas anak melalui olahraga dan bermain
• Menegakkan hukum, sangsi dan disiplin yang tegas
• Memberikan keteladanan.
Peran Media :
• Sajikan tayangan atau berita tanpa kekerasan (jam tayang sesaui usia)
• Sampaikan berita dengan kalimat benar dan tepat (tidak provokatif)
• Adanya rubrik khusus dalam media masa (cetak, elektronik) yang bebas biaya khusus untuk remaja
G. Penutup
Pada dasarnya masa remaja merupakan masa diamana seorang manusia masi mencari jati dirinya. Pada maas pencarian ini sering menimbulkan kebingungan. Kebingungan inilah yang menyebabkan para remaja melakukan tindakan yang menyeleweng seperti perusakan, pemerkosaan dan sebagainya.
Namun hal tersebut dapat di cegah dengan melakukan pengawalan pada remaja dan memberikan fasilitas-fasilitas yang dapat membuat remaja memiliki perasaan bahwa mereka dianggap ada atau diakui keberadaannya.
Referensi
http://rumahbelajarpsikologi.com/index.php/remaja.html
http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jkpkbppk-gdl-grey-2000-siti-105-kenakalan
http://majalah-nikah.com/index.php?option=com_content&view=article&id=79:sakinah-1
http://www.tumbuh-kembang-anak.blogspot.com/2008/05/perkembangan-kognitif-remaja.html
http://luqmantifaperwira.wordpress.com/2009/09/22/tembok-vandalisme-remaja-dan-facebook/
http://priasmara.multiply.com/journal/item/43
Puji serta syukur yang tak terukur saya panjatkan ke Hadirat Allah S.W.T. karena atas rahmat dan kehendaknya saya dapat menyelsaikan salah satu tugas mata kuliah Perkembangan Perkembangan Didik yaitu membuat artike yang bertema perusakan.
Membicarakan sosok remaja adalah obyek yang tidak pernah basi. Sosok mereka selalu dimulai dengan gejolak baik fisik ataupun mental. Jiwa mereka penuh petualangan. Mereka seolah memiliki dunia tersendiri. Pada umumnya jiwa remaja selalu menjadi climber, manusia yang selalu dipenuhi semangat untuk menjadi yang terdepan dalam banyak hal. Bahkan banyak dari remaja mencari tantangan-tantangan baru tanpa peduli bahaya dan risiko-risiko yang dihadapinya.
Jiwa muda yang penuh gejolak inilah yang kadang menyeret remaja pada hal-hal yang tak seharusnya, apalagi jika mereka tak memiliki filter dalam memilih pergaulan. Sebagian dari mereka kadang terjebak dalam “dunia lain” yang menawarkan kebebasan bertindak.
Remaja-remaja dalam sekejap berubah menjadi “preman-preman” yang sarat kekerasan dan kebrutalan sebagai aktualisasi diri dan pengakuan terhadap eksistensi mereka, baik itu secara pribadi atau berkelompok seperti yang banyak kita saksikan dan dengar akhir-akhir ini. Remaja terlibat genk motor yang brutal, ataupun remaja putri yang terlibat genk brutal dengan menganiaya remaja putri lain yang dianggap melebihi dan menyaingi mereka. Adakah yang salah dengan mereka? disinilah pentingnya peran guru, orang tua dan masyarakat dalam membimbing para remaja agar tidak terjerumus pada kerusakan.
Saya mengankat tema perusakan pada remaja karena pada saat ini di kalangan remaja melakukan perusakan terhadap suatu fasilitas umum merupakan suatu hal yang biasa bahkan mereka merasa hebat apabila melakukannya. Menurut saya hal tersebut sangat menarik. Kenapa remaja bias merasa henat bila melakukan perusakan. Maka dari itu saya berusaha mengulasa mengapa remaja bias melakukan perusakan dengan judul Vandalisme.. ekspresi jiwa muda. Semoga apa yang saya susun ini bias bermanfaat khususnya bagi saya dan umumnya bagi para pembaca.
B.Esensi thema
Perusakan meimliki beberapa kategori yaitu vandalisme, brutalisme, dan barbarisme. Yang akan coba saya angkat adalah vandalisme dan lebih dikerucutkan lagi pada kasus vandalisme yang dilakukan oleh remaja.
Menurut Harold Alberty (1957:86) masa remaja remaja adalah suatu periode dalam perkembangan yang dialami seseorang yang terbentang sejak berakhirnya masa kanak-kanak sampai datangnya awal masa dewasa. Menurut freud masa remaja adalah masa mencari hidup seksual yang mempunyai bentuk definitive karena perpaduan hidup seksual yang banyak bentuknya dan infantile (sifat kekanak-kanakan). Menurut Charlotte Buhler adalah masa kebutuhan isi mengisisi. sedangakan Spranger menafsirkan masa remaja adalah masa pertumbuhan dengan perubahan struktur kejiwaan yang fundamental ialah kesadaran akan aku, berangsur-angsur menjadi jelasnya tujuan hidup, pertumbuhan kea rah dan kedalam berbagai lapangan hidup. Menurut Hoffman masa remaja adalah masa pembentukan sikap-sikap terhadap segala sesuatu yang dialami individu. Kemudian para ahli sepakat bahwa batas usia renaja adalah antara 11 tahun samapai dengan 20 tahun. Jadi dapat disimpulkan bahwa masa remaja adalah masa pencarian jati diri.
Sedangkan Vandalisme adalah suatu sikap kebiasaan yang dialamatkan kepada bangsa Vandal, pada zaman Romawi Kuno, yang budayanya antara lain: perusakan yang kejam dan penistaan segalanya yang indah atau terpuji. Tindakan yang termasuk di dalam vandalisme lainnya adalah perusakan kriminal, pencacatan, grafiti, dan hal-hal lainnya yang mengganggu mata.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Balai Pustaka, 1989) Vandalisme adalah perbuatan merusak dan menghancurkan hasil karya seni dan barang berharga lainnya (keindahan alam dsb). Grafiti merupakan bentuk vandalisme yang paling umum ditemukan di berbagai tempat.
Jadi vandalisme yang dilakukan oleh remaja adalah perusakan atau pengurangan nilai guna suatu fasilitas umum yang dilakukan remaja dengan batas usia 11 tahun sampai dengan usia 20 tahun.
C.Karakteristik tema
Masa remaja sebagai masa yang amat kritis yang mungkin dapat menjadi the best of time the worst of time (masa terbaik dan masa terburuk). Kalau individu mampu mengatasi berbagai tuntunan yang dihadapinya secara integrative, ia akan menemukan identitasnya yang akan dibawanya menjelang masa dewasanya. Sebaliknya, kalau gagal ia akan berada pada krisis identitas (identity crisis) yang berkepanjangan.
Dalam bukunya, "Helping The Struggling Adolescent", Les Parrot III menguraikan konsep diri remaja yang terdiri dari empat aspek.
Aspek Pertama adalah diri subjektif. yaitu pandangan pribadi remaja tentang siapakah dirinya. Ada remaja yang menilai dirinya tampan,tapi ada pula yang menganggap dirinya tidak menarik. Ada remaja yang melihat dirinya supel, namun ada pula yang "kuper" (alias kurang pergaulan). Konsep diri subjektif bersumber dari penilaian orangtua, guru dan teman yang telah menjadi konsep diri si remaja.
Aspek kedua ialah diri objektif, yakni pandangan orang lain tentang diri si remaja. Pandangan orang lain bersifat mandiri dan beragam, dalam arti pandangan ini merupakan pandangan pribadi seseorang tentang si remaja dan pandangan tiap orang tidak harus sama dengan yang lainnya. Si remaja mungkin berpikir bahwa ia adalah seseorang yang ramah dan ringan tangan (diri subjektif), namun beberapa temannya menganggap bahwa ia adalah seseorang yang mau tahu urusan orang lain (diri objektif).
Aspek ketiga ialah diri sosial, yaitu pandangan si remaja akan dirinya berdasarkan pemikirannya tentang pandangan orang lain terhadap dirinya. Di sini si remaja melihat dirinya dengan menggunakan kacamata orang lain. Ia mereka-reka apa penilaian orang lain terhadap dirinya dan sudah tentu rekaan ini dapat tepat tapi dapat pula keliru. Ia mungkin menganggap bahwa orang lain melihatnya sebagai seseorang yang berani (diri sosial) namun dalam kenyataannya beberapa temannya memandangnya sebagai seseorang yang kurang ajar(diri objektif). Ia sendiri mungkin menilai dirinya bukan sebagai seseorang yang berani melainkan sekadar sebagai pembela keadilan(diri subjektif).
Aspek keempat adalah diri ideal, yakni sosok dirinya yang paling ia dambakan atau ia cita-citakan. Diri ideal adalah diri yang belum terjadi atau terbentuk sehingga si remaja terus berusaha mencapainya. Ia mungkin melihat dirinya sebagai seseorang yang tidak stabil (diri subjektif), oleh karena itu ia senantiasa berupaya menjadi seseorang yang sabar (diri ideal). Aspek yang paling berpotensi menimbulkan masalah bagi remaja dari keempat konsep diri ini, adalah diri sosial. Kita semua pasti pernah bertanya-tanya, apa penilaian orang lain terhadap diri kita. Pada diri remaja, pertanyaan semacam ini amatlah penting karena ia sangat bergantung pada penilaian orang lain, terutama teman-temannya. Pada remaja, konflik antara diri subjektif dan diri sosial mudah terjadi. Misalnya, pada awalnya si remaja berpikir bahwa ia adalah seorang yang alim (positif) karena orangtuanya kerap kali memujinya sebagai seorang anak yang alim. Ia sendiri menyadari bahwa ia jarang sekali melawan kehendak orangtuanya dan ia tidak pernah menerima teguran keras dari gurunya. Ia berkeyakinan bahwa menjadi anak yang alim adalah suatu hal yang baik.
Masalah mulai timbul tatkala ia memasuki usia remaja, di mana ia mulai menyadari bahwa anak yang nakal mendapatkan hormat dari teman-teman karena dianggap berani. Sebaliknya, anak yang alim justru terlupakan dan tidak menerima hormat dari teman-teman karena dianggap pengecut. Akibatnya, ia pun berpandangan bahwa teman-temannya justru menganggap kealiman dia sebagai tanda bahwa ia adalah seseorang yang penakut(negatif). Dengan kata lain, hal yang positif di rumah merupakan hal yang negatif di luar rumah. Di rumah ia dihargai, di luar rumah ia diremehkan. Sungguh bukan suatu pilihan yang mudah.
Sering kali remaja mengalami tekanan yang timbul dari konflik seperti ini. Tekanan ini semakin bertambah karena ia merasa tidakdapat menyampaikan persoalan yang dihadapinya, baik kepada sesame teman maupun kepada orangtua. Dalam kesendiriannya itu, ia dapat menjadi murung dan mengurung diri. Ia tidak tahu apa yang harus ia perbuat. Menjadi nakal berarti melanggar hati nurani dan keyakinannya tentang siapa dia sebenarnya serta membuat orangtuanya marah. Sebaliknya, tetap alim berarti terkucil dan hilang dari peredaran.
D.Factor yang mempengaruhi terjadinya vandalisme
Faktor-afktor yang mempengaruhi remaja untuk berbuat vandalisme diantaranya adalah:
1)Teman sebaya
a.Kalangan remaja biasanya lebih mudah meniru dan terpengaruh oleh teman sebayanya. Tingkah laku teman sebayanya biasanya akan mudah diserap dan ditiru oleh remaja, apalagi remaja yang memiliki masalah keluarga. Vandalisme biasanya dilakukan oleh sekelompok remaja yang tidak memiliki tujuan dan mereka merasa bosan dan akhirnya rasa bosan tersebut mereka lampiaskan dengan merusak arau menghancurkan fasilitas-fasilitas umum dan benda-benda di sekitarnya.
b.kebanyakan remaja mengalami masa masa dimana mereka mencari jati diri dari mereka yang berubah panampilan, gaya hidup, dan pola fikir, disinilah remaja mulai di hadapkan pada masalah-masalah kehidupan yang kadang rumit dan menyimpang juga menyesatkan, dari perubahan perubahan inilah yang menimbulkan tumbuhnya komunitas komunitas baru, dari komunitas musik, biker's, pic(pokok iso cangkruk), dll. dan itu semua membuat mereka seakan menemukan rekan atau kelompok yang sefaham atau sejalan, idealisme seseorang yang mendorong mereka bergabung di satu komunitas tertentu itu kadang tidak di barengi dengan fikiran jernih dan pemikiran pemikiran yang logis, yang ada hanya "wah ini baru hidup ku " tapi pada dasarnya banyak komunitas-komunitas remaja yang tidak punya arah tujuan, yang penting bisa ngumpul bareng, dari situ maka akan terlahir ide ide yang mana komunitas itu bisa di kenal di masyarakat atau biasa kita kenal dengan krisis popularitas wah,! rupanya, ini lah yang membuat beberapa komunitas menunjukan jati diri mereka dengan melakukan hal-hal positif atau pula negatif . beruntung bagi remaja yang menentukan komunitasnya dengan pemikiran jernih atau bertujuan, mereka bisa mengekspresikan diri mereka di halayak umum dengan berkreasi, disisi lain kehidupan komunitas yang tidak memiliki tujuan, mereka berbuat apapun yang penting bisa di kenal atau di anggap wah,,gagah,,,jago ,,dan sebaginya dengan melakukan tindakan tidakan agak nyeleneh atau bahkan menyimpang dari tatanan kehidupan yang ada di lingkungan kita semisal, mereka bertato, tidik, membuat kerusuhan dalam event event music,brutal, premanisme, peruskan atau vandalise dan lain lain, yang mana semua itu sebenarnya membuat bumerang bagi mereka, mereka menjadi remaja yang bermasalah dalam masyarakat, sekolah bahkan hilangnya kepercayaan dari orang tua mereka atau biasa kita kenal dengan krisis kepercayaan. jadi semua yang terjadi adalah dari hati mereka hanya ingin mengekspresikan diri mereka, baik positif ataupun negatif itulah seni wujud expresi jiwa melalui media apapun, salah satunya adalah dengan melakukan vandalism yang mereka anggap sebagai seni yang menunjukan jati diri mereka.
2)Keluarga
a.Remaja yang melakukan vandalisme biasanya berasal dari keluarga yang melaakukan kebiasaan yang negatif dan keluarga yang memiliki permasalahan yang membuat si remaja menjadi stres dan mencari sensasi lain yang menurutnya menyenangkan dan dapat menghilangkan rasa penatnya yang disbabkan oleh keluarganya.
b.Kondisi rumah tangga orangtua bisa berubah drastis suksesnya atau sebaliknya. Dilihat dari pengaruh, baik kesuksesan atau sebaliknya, sama-sama bisa menjadi pemicu keburukan bagi sebagian remaja, misalnya mendadak menjadi bos foya-foya atau berubah pergaulannya dan penampilannya atau mendadak menjadi frustasi, protes keadaan, protes Tuhan, dll, setelah melihat kondisi orangtuanya.
3)Media masa
a.Meida masa merupakan salah satu fakor yang sangat sulit dihindarkan. Seperti adegan film-fim produksi barat yang mengarah pada vandalisme bisa mempengaruhi remaja untuk bertindak vandalisme. Ditambah lagi kurangnya bimbingan dari orang tua.
4) Lingkungan masyarakat
a.Masyrakat terkadang menganggap bahwa para remaja merupakan ancaman bahkan mengaggap mereka sebagai sampah masyarakat yang kurang berguna. Hal tersebut dapat mendorong para remaja untuk melakukan perusakan atau vandalisme terhadapap fasilitas umum.
E.Permasalahan yang muncul
SUBANG - Jajaran Polsek Pabuaran berhasil menangkap tiga remaja yang diduga pelaku pengrusakan tujuh rumah warga di Kampung Salam, Desa Salamjaya, pada malam takbiran Idul Adha, Kamis malam (26/11) lalu. Dalam peristiwa itu sedikitnya tujuh rumah warga mengalami rusak. Ketiga remaja itu adalah Yusuf Pakhroji (17), Suryana (19), dan Agustian (18). Ketiganya diamankan petugas saat berada di rumanhya di Kampung Cinangka, Desa Salamjaya, Kecamatan Pabuaran. Menurut Ketua Rukun Tetangga (RT) Kampung Cinangka, Mirin (52), motif aksi pengrusakan tujuh rumah warga tersebut hanya aksi iseng. Hal ini menurut sepengetahuan dia sebelum peristiwa itu, tidak ada persitiwa menonjol di lingkungannya.
Akibat hal itu, sebanyak tujuh rumah milik warga Kamp. Salam mengalami pecah kaca dan genting yang menimbulkan kerugian materil sekira Rp1 juta. Jenis kerusakannya bagian kaca dan gentingnya rusak.
"Saya kira pengrusakan itu hanya ulah iseng para remaja saja. Karena sebelumnya, tidak ada persoalan apapun di kampung saya, ujar Mirin, saat menjalani pemeriksaan sebagai saksi di Mapolres Subang," kemarin.
Dari kejadian di atas dapat kita simak bahwa remaja melakukan susatu yang menurut masyarakat sangat tidak wajar akan tetapi menurut mereka itu biasa saja, karena menrutu mereka bahwa melakukan perusakan atau vandalism terhadap fasilitas umum atau barang milik orang lain merupakan ajang untuk mengekspresikan dirinya. Bahwa mereka adalah sekelompok orang yang memiliki keberanian dan kegagahan.
Dalam kasus lain para remaja mengekspresikan kekreatifannya untuk menunjukan keberadaan dirinya adalah dengan cara mencorat-coret fasilitas umum seperti pada dinding, jembatan, jalanan dan lain sebagainya seperti pada gambar di atas.
Fenomena corat-coret tembok semakin marak akhir-akhir ini, disetiap sudut kota dimana kita melemparkan pandangan, pastilah kita akan menjumpainya. Variasinya pun semakin beragam, dari sekedar coretan inisial nama kelompok di tembok, hingga mulai gambar-gambar unik yang artisitik. Mengenai pelakunya, tak diragukan lagi, sebagian besar aksi corat-coter ini dilakukan oleh remaja. Hal ini dapat kita ketahui langsung dari jejak yang ditinggalkan dalam coretan tersebut, biasanya dibelakang inisial kelompok, terdapat angka yang menunjukkan identitas angkatan sang pelaku coret-coret, sebagian besar coretan yang penulis jumpai bertuliskan angka antara 08-010 angka yang mencerminkan angkatan masuk atau kelulusan di suatu sekolah.
Fenomena ini sangat penting dikaji lebih mendalam untuk menemukan penanganan yang paling tepat mengingat semakin lama dampak merugikan yang ditimbulkannya semakin meluas. Untuk menghentikan suatu perilaku dapat kita mulai dengan mengetahui penyebab kemunculan perilaku tersebut, agar intervensi kita untuk mengubah perilaku tersebut lebih tepat dan dengan harapan hasilnya relatif permanen.
Jika kita memahami tahapan perkembangan yang sedang dilalui remaja, kita akan sedikit mengerti, mengapa perilaku vandalisme semacam ini muncul. Perilaku coret-coret di kalangan remaja menunjukkan betapa remaja, anak-anak yang baru saja merasa dewasa ini, memiliki kebutuhan akan eksistensi. Mereka ingin keberadaan mereka diakui. Bisa dimaklumi, masa-masa yang sedang mereka lewati ini merupakan masa krisis status, masa dimana remaja belum bisa memasuki pranata sosial usia dewasa dengan aktif bermasyarakat namun juga sudah dirasa tidak pantas lagi untuk berpolah dan bergaul bersama anak-anak. Identitas mereka kabur, mengambang. Karena itulah para anak yang baru gede ini sangat ingin diakui, dihargai keberadaannya. Mencoretkan nama dan nama kelompok mereka di tembok-tembok kota mereka rasa mampu menjadi sarananya.
Sering juga kita jumpai, coretan-coretan di tembok ini, tak sekedar berisi inisial kelompok, tapi kadang berisi curahan perasaan. “XYZ- sedang sedih….by : budi ” JXX jatuh cinta lagi” “VWX Lulus Smua by : kabeh” tulisan tulisan semacam ini sering dijumpai. Menarik. Karena ternyata hal-hal yang kita sangka masuk dalam wilayah privat, ternyata di publish ke publik dan tentu saja dengan tujuan agar orang lain mengetahuinya.
Remaja oh remaja. Pada usia ini, kita pun mungkin pernah atau sedang mengalaminya, remaja mengalami apa yang disebut sebagai “personal fable”. Mereka merasa sedang menjadi aktor utama dalam sebuah film yang berjudul KEHIDUPANKU. Remaja merasa setiap orang memperhatikan gerak-geriknya, setiap mata tertuju padanya. Tak heran, waktu SMP dulu, potongan rambut kita sedikit salah saja kita merasa dunia menjadi sempit dan merasa lebih baik tidak sekolah, padahal sebenarnya. siapa juga yang peduli dengan urusan rambut kita….. Mereka, merasa, jika sedang sedih karena patah hati, semua orang harus merasakan atau minimal mengetahuinya, “Nih Lho..aku sedang sediih…!” Jika sedang senang mereka pun merasa demikian. Semua orang harus tahu segala sesuatu tentang diriku. Masing- mereka adalah tokoh utama, dan warga bumi yang lain adalah penontonnya.
Ya, begitulah remaja, karena itu, jangan tertawa.. Yang harus kita pikirkan sekarang adalah, bagaimana menyiasati keadaan psikologis remaja yang seperti ini agar tidak mengarah pada perilaku destruktif vandalis seperti yang sering kita jumpai.
Karena akar permasalahnnya adalah soal eksistensi, status, dan identitas, maka solusi yang harus kita berikanpun harus mengarah kepada poin-poin pokok itu. Remaja butuh diakui keberadaaanya, butuh diperhatikan perasaan dan tingkah lakunya, karena itu, kita fasilitasi, kita penuhi apa yang menjadi kebutuhannya. Jika sarana-sarana unjuk diri yang positif yang sudah diupayakan disediakan , seperti lomba, kontes, parade band dsb, tidak jua membawa hasil, bisa jadi karena ajang2 semacam itu, hanya akan menyentuh kalangan remaja yang memang high achiever, mereka yang memang kebutuhan akan prestasinya tinggi. Kegiatan-kegiatan ini tidak bisa mengalihkan remaja gangster -yang umumnya rebel dan low achiever-untuk terus menunjukkan dirinya dengan coret-coret.
Mereka menganggap bahwa yang mereka lakukan bukan sebagai perusakan fasilitas umum atau sebuah vandalisme. Mereka hanya menganggap bahwa itu adalah sebuah maha karya yang dapat mngekspresikan jiwa mudanya dan keberaniannya yang sedang bergejolak-jolak. berikut foto dari vandalisme yang dilakukan oleh remaja
(perbuatan remaja di sebuah kota di swedia)
F.Optimalisasi bimbingan/solusi
Pada dasarnya akar permasalahan remaja melakukan vandalisme adalah sebagai ajang eksistensi dan menunjukan status diri atau meluaplan segala yang sedang mereka rasakan. Maka solusi yang harus kita berikan harus mengarah kepada poin-poin pokok itu. Remaja butuh diakui keberadaaanya, butuh diperhatikan perasaan dan tingkah lakunya, karena itu kita fasilitasi, kita penuhi apa yang menjadi kebutuhannya.
Untuk mencegah terjadinya vandalisme atau kenakalan remaja, diperlukan juga peran orangtua, guru, pemerintah dan masyarakat dan juga media masa. Untuk lebih jelasnya berikut peran masing-masing yang bisa dilakukan adalah
Peran Orangtua :
• Menanamkan pola asuh yang baik pada anak sejak prenatal dan balita
• Membekali anak dengan dasar moral dan agama
• Mengerti komunikasi yang baik dan efektif antara orangtua – anak
• Menjalin kerjasama yang baik dengan guru
• Menjadi tokoh panutan bagi anak dalam perilaku
• Menerapkan disiplin yang konsisten pada anak
Peran Guru :
• Bersahabat dengan siswa
• Menciptakan kondisi sekolah yang nyaman
• Memberikan keleluasaan siswa untuk mengekspresikan diri pada kegiatan ekstrakurikuler
• Menyediakan sarana dan prasarana bermain dan olahraga
• Meningkatkan peran dan pemberdayaan guru BP
• Meningkatkan disiplin sekolah dan sangsi yang tegas
• Meningkatkan kerjasama dengan orangtua, sesama guru dan sekolah lain
• Meningkatkan keamanan terpadu sekolah bekerjasama dengan Polsek setempat
• Mewaspadai adanya provokator
• Mengadakan kompetisi sehat, seni budaya dan olahraga antar sekolah
• Menciptakan kondisi sekolah yang memungkinkan anak berkembang secara sehat dalam hal fisik, mental, spiritual dan social.
Peran Pemerintah dan masyarakat :
• Menghidupkan kembali kurikulum budi pekerti
• Menyediakan sarana/prasarana yang dapat menampung agresifitas anak melalui olahraga dan bermain
• Menegakkan hukum, sangsi dan disiplin yang tegas
• Memberikan keteladanan.
Peran Media :
• Sajikan tayangan atau berita tanpa kekerasan (jam tayang sesaui usia)
• Sampaikan berita dengan kalimat benar dan tepat (tidak provokatif)
• Adanya rubrik khusus dalam media masa (cetak, elektronik) yang bebas biaya khusus untuk remaja
G. Penutup
Pada dasarnya masa remaja merupakan masa diamana seorang manusia masi mencari jati dirinya. Pada maas pencarian ini sering menimbulkan kebingungan. Kebingungan inilah yang menyebabkan para remaja melakukan tindakan yang menyeleweng seperti perusakan, pemerkosaan dan sebagainya.
Namun hal tersebut dapat di cegah dengan melakukan pengawalan pada remaja dan memberikan fasilitas-fasilitas yang dapat membuat remaja memiliki perasaan bahwa mereka dianggap ada atau diakui keberadaannya.
Referensi
http://rumahbelajarpsikologi.com/index.php/remaja.html
http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jkpkbppk-gdl-grey-2000-siti-105-kenakalan
http://majalah-nikah.com/index.php?option=com_content&view=article&id=79:sakinah-1
http://www.tumbuh-kembang-anak.blogspot.com/2008/05/perkembangan-kognitif-remaja.html
http://luqmantifaperwira.wordpress.com/2009/09/22/tembok-vandalisme-remaja-dan-facebook/
http://priasmara.multiply.com/journal/item/43
Rabu, 22 September 2010
MARANTACEAE
Marantaceae
Famili Marantaceae adalah Famili dari tanaman berbunga dikenal dengan tepung rimpang yang besar. Kadang-kadang disebut keluarga tanaman berdo’a. Gabungan analisis filogenetik morfologi dan DNA menunjukkan Famili Marantaceae berasal di Afrika, meskipun hal ini bukanlah pusat keanekaragaman wujud nya.
a. Taksonomi
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Zingiberales
Famili : Marantaceae
Sistem APG II ini, tahun 2003 (tidak berubah dari sistem APG, 1998), memasukan Famili Marantaceae kedalam Ordo Zingiberales (didalam monokotil.dalam commelinids clade di monokotil. Famili Marantaceae dianggap sebagai famili yang paling berkembang dalam Ordo ini karena penurunan yang ekstrim di kedua benang sari dan karpel.
b. Penyebaran
Marantaceae ditemukan di daerah tropis di dunia kecuali di Australia. Konsentrasi terbesar terdapat di America dani Afrika, dan beberapa di Asia. Famili ini sering disebut tanaman berdo’a karena pada malam hari daunya melipat, dan terlihat seperti sedang berdo’a.
Famili Marantaceae terdiri dari 30 genus dengan sekitar 350 spesies berdasarkan Tanaman berbunga Dunia, berikut contoh-contoh spesies dari Famili Marantaceae:
maranta leuconeura
c. Ciri-ciri
Terna parenial, dalam tanah membentuk rimpang yang merayap, di atas tanah terdapat batang yang nyata atau tidak. Daun dalam dua baris, terdiri atas tiga bagian yang tampak yang jelas berupa helaian (lamina), tangkai (petiolus) dan upih yang terbuka (vagina), biasanya tampak seperti roset akar. Helaian bulat telur-memanjang atau jorong, betulang daun menyirip (pinatus) sering kali dengan sisi lurus dan sisi lain melengkung (brachidoromous). Tangkai bangun silinder, menebal pada batas dengan helaian, seringkali bersayap. Bunga banci, asimetrik, tersusun dalam bulir atau malai yang mempunyai daun pelindung dan terdapat pada ujung batang, ada kalanyabunga muncul dari rimpang. Hiasan bunga biasanya dapat dibedakan dalam kelopak dan mahkota, masing-masing terdiri atas 3 daun kelopak yang bebas dan 3 daun mahkota yang tidak sama besar dan berlekatan, membentuk suatu buluh pada bagian bawahnya. Benang sari 45, hanya 1 yang fertile, lainya mandul (steril) dan bersifat petaloid (seperti daun mahkota), dengan satu diantaranya berbentuk topi. Bakal buah tenggelam, beruang 13, sering 2 dari ke-3 ruangnya berisi bakal biji. Bakal biji tegak pada dasar ruang. Tangkai putik bengkok, sering melebar pada ujungnya. Buahnya buah kendaga yang pecah dengan membelah ruang atau buah yang berdaging. Biji dengan banyak endosperm, sering bersalut pada bagian pangkal, lembaga bengkok atau terlipat.
d. Manfaat
Salah satu Spesies dari Marantaceae yaitu garut (Maranta arundinacea ) dengan taksonomi sebagai berikut
Maranta arundinacea Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
Sub Kelas : Commelinidae
Ordo : Zingiberales
Famili : Marantaceae
Genus : Maranta
Spesies : Maranta arundinacea
Garut, ararut atau irut (Maranta arundinacea) adalah sejenis tumbuhan berbentuk terna yang menghasilkan umbi yang dapat dimakan. Garut tidak pernah menjadi sumber pangan pokok namun ia kerap ditanam di pekarangan di pedesaan sebagai cadangan pangan dalam musim paceklik. Nama-nama daerahnya di antaranya: sagu (Plg.); sagu bamban (Bat.); sagu belanda, sagu betawi, ubi sagu (Mly.); sagu rarut (Mink.). Juga, patat sagu, larut (Sd.); angkrik, garut, gaerut, irut, larut, rarut, jlarut, klarut, waerut (Jw.); arut, larut, laru, salarut (Md.); krarus, marus (Bal.); arerut towang, tawang, labia walanta, pi walanda (bahasa-bahasa di Sulut); péda-péda, péda sula, huda sula, hula moa (bahasa-bahasa di Malut).
Garut terutama ditanam untuk umbinya, yang menghasilkan pati yang berkualitas tinggi, berukuran halus dan berharga mahal. Rimpang garut juga dapat dijadikan sumber karbohidrat alternatif untuk menggantikan tepung terigu. Rimpang segar mengandung air 69–72%, protein 1,0–2,2%, lemak 0,1%, pati 19,4–21,7%, serat 0,6–1,3% dan abu 1,3–1,4%. Tepung garut baik untuk dikonsumsi oleh orang yang lemah atau yang baru sembuh dari sakit, karena mudah dicerna oleh penderita masalah perut atau masalah usus. Tepung ini juga digunakan sebagai pengenyal berbagai macam makanan, bumbu, sup, gula-gula, masakan dan makanan pencuci mulut seperti puding dan es krim. Bubur dari rimpang yang masih segar digunakan sebagai obat oles luka dan luka bernanah; patinya dicampur dengan air atau susu digunakan untuk mengobati masalah-masalah perut (misalnya mengobati keracunan) dan diare. Seluruh bagian rimpang yang belum berserat dapat dimakan dengan cara dikukus atau dipanggang lebih dulu. Bubur yang dihasilkan dari rimpang dipakai dalam pabrik kertas, karton, bantal dan papan tembok, dan patinya sebagai bahan dasar bedak, lem dan sabun. Ampas sisa pembuatan tepung dimanfaatkan untuk pakan ternak dan pupuk. Daunnya digunakan sebagai pembungkus. Sementara itu, beberapa kultivar garut dengan daun yang berwarna menarik digemari pula sebagai tanaman hias.
e. Sumber-sumber
http://delta-intkey.com/angio/www/marantac.htm
http://bodd.cf.ac.uk/BotDermFolder/MARA.html
http://en.wikipedia.org/wiki/Marantaceae
http://www.meemelink.com/prints%20pages/prints.Marantaceae.htm
http://zipcodezoo.com/Key/Plantae/Marantaceae_Family.asp
Tjitrosoepomo, Genbong,. (1993). Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta), Yogyakarta, Gadjah Mada University press.
Famili Marantaceae adalah Famili dari tanaman berbunga dikenal dengan tepung rimpang yang besar. Kadang-kadang disebut keluarga tanaman berdo’a. Gabungan analisis filogenetik morfologi dan DNA menunjukkan Famili Marantaceae berasal di Afrika, meskipun hal ini bukanlah pusat keanekaragaman wujud nya.
a. Taksonomi
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Zingiberales
Famili : Marantaceae
Sistem APG II ini, tahun 2003 (tidak berubah dari sistem APG, 1998), memasukan Famili Marantaceae kedalam Ordo Zingiberales (didalam monokotil.dalam commelinids clade di monokotil. Famili Marantaceae dianggap sebagai famili yang paling berkembang dalam Ordo ini karena penurunan yang ekstrim di kedua benang sari dan karpel.
b. Penyebaran
Marantaceae ditemukan di daerah tropis di dunia kecuali di Australia. Konsentrasi terbesar terdapat di America dani Afrika, dan beberapa di Asia. Famili ini sering disebut tanaman berdo’a karena pada malam hari daunya melipat, dan terlihat seperti sedang berdo’a.
Famili Marantaceae terdiri dari 30 genus dengan sekitar 350 spesies berdasarkan Tanaman berbunga Dunia, berikut contoh-contoh spesies dari Famili Marantaceae:
maranta leuconeura
c. Ciri-ciri
Terna parenial, dalam tanah membentuk rimpang yang merayap, di atas tanah terdapat batang yang nyata atau tidak. Daun dalam dua baris, terdiri atas tiga bagian yang tampak yang jelas berupa helaian (lamina), tangkai (petiolus) dan upih yang terbuka (vagina), biasanya tampak seperti roset akar. Helaian bulat telur-memanjang atau jorong, betulang daun menyirip (pinatus) sering kali dengan sisi lurus dan sisi lain melengkung (brachidoromous). Tangkai bangun silinder, menebal pada batas dengan helaian, seringkali bersayap. Bunga banci, asimetrik, tersusun dalam bulir atau malai yang mempunyai daun pelindung dan terdapat pada ujung batang, ada kalanyabunga muncul dari rimpang. Hiasan bunga biasanya dapat dibedakan dalam kelopak dan mahkota, masing-masing terdiri atas 3 daun kelopak yang bebas dan 3 daun mahkota yang tidak sama besar dan berlekatan, membentuk suatu buluh pada bagian bawahnya. Benang sari 45, hanya 1 yang fertile, lainya mandul (steril) dan bersifat petaloid (seperti daun mahkota), dengan satu diantaranya berbentuk topi. Bakal buah tenggelam, beruang 13, sering 2 dari ke-3 ruangnya berisi bakal biji. Bakal biji tegak pada dasar ruang. Tangkai putik bengkok, sering melebar pada ujungnya. Buahnya buah kendaga yang pecah dengan membelah ruang atau buah yang berdaging. Biji dengan banyak endosperm, sering bersalut pada bagian pangkal, lembaga bengkok atau terlipat.
d. Manfaat
Salah satu Spesies dari Marantaceae yaitu garut (Maranta arundinacea ) dengan taksonomi sebagai berikut
Maranta arundinacea Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
Sub Kelas : Commelinidae
Ordo : Zingiberales
Famili : Marantaceae
Genus : Maranta
Spesies : Maranta arundinacea
Garut, ararut atau irut (Maranta arundinacea) adalah sejenis tumbuhan berbentuk terna yang menghasilkan umbi yang dapat dimakan. Garut tidak pernah menjadi sumber pangan pokok namun ia kerap ditanam di pekarangan di pedesaan sebagai cadangan pangan dalam musim paceklik. Nama-nama daerahnya di antaranya: sagu (Plg.); sagu bamban (Bat.); sagu belanda, sagu betawi, ubi sagu (Mly.); sagu rarut (Mink.). Juga, patat sagu, larut (Sd.); angkrik, garut, gaerut, irut, larut, rarut, jlarut, klarut, waerut (Jw.); arut, larut, laru, salarut (Md.); krarus, marus (Bal.); arerut towang, tawang, labia walanta, pi walanda (bahasa-bahasa di Sulut); péda-péda, péda sula, huda sula, hula moa (bahasa-bahasa di Malut).
Garut terutama ditanam untuk umbinya, yang menghasilkan pati yang berkualitas tinggi, berukuran halus dan berharga mahal. Rimpang garut juga dapat dijadikan sumber karbohidrat alternatif untuk menggantikan tepung terigu. Rimpang segar mengandung air 69–72%, protein 1,0–2,2%, lemak 0,1%, pati 19,4–21,7%, serat 0,6–1,3% dan abu 1,3–1,4%. Tepung garut baik untuk dikonsumsi oleh orang yang lemah atau yang baru sembuh dari sakit, karena mudah dicerna oleh penderita masalah perut atau masalah usus. Tepung ini juga digunakan sebagai pengenyal berbagai macam makanan, bumbu, sup, gula-gula, masakan dan makanan pencuci mulut seperti puding dan es krim. Bubur dari rimpang yang masih segar digunakan sebagai obat oles luka dan luka bernanah; patinya dicampur dengan air atau susu digunakan untuk mengobati masalah-masalah perut (misalnya mengobati keracunan) dan diare. Seluruh bagian rimpang yang belum berserat dapat dimakan dengan cara dikukus atau dipanggang lebih dulu. Bubur yang dihasilkan dari rimpang dipakai dalam pabrik kertas, karton, bantal dan papan tembok, dan patinya sebagai bahan dasar bedak, lem dan sabun. Ampas sisa pembuatan tepung dimanfaatkan untuk pakan ternak dan pupuk. Daunnya digunakan sebagai pembungkus. Sementara itu, beberapa kultivar garut dengan daun yang berwarna menarik digemari pula sebagai tanaman hias.
e. Sumber-sumber
http://delta-intkey.com/angio/www/marantac.htm
http://bodd.cf.ac.uk/BotDermFolder/MARA.html
http://en.wikipedia.org/wiki/Marantaceae
http://www.meemelink.com/prints%20pages/prints.Marantaceae.htm
http://zipcodezoo.com/Key/Plantae/Marantaceae_Family.asp
Tjitrosoepomo, Genbong,. (1993). Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta), Yogyakarta, Gadjah Mada University press.
Langganan:
Postingan (Atom)